Thursday, May 16, 2013

Jangan Takut, Jangan Ragu, dan Jangan Menangis! ~ Matius 28:10; Markus 24:38; Yohanes 20:15

Kehidupan tampak begitu rapuh, lambat, dan tersembunyi.  Lihatlah janin di dalam rahim seorang wanita, embrio di dalam telur, dan biji di dalam tanah.  Tetapi maut justru tampak begitu kuat, cepat, dan terbuka.  Sakit, kejahatan, dan kematian selalu mengintimidasi siapapun, kapanpun, dan dimanapun.  Tidaklah mengherankan jika senyuman kebahagiaan di wajah dalam sekejap saja dapat berubah menjadi tangisan kedukaan.  Alam menangis karena diperkosa dan disiksa oleh manusia.  Manusia menangis karena dilukai dan disakiti oleh sesama.  Kaum minoritas dan lemah mengalami ketakutan karena ancaman dari kaum mayoritas dan kuat.  Rakyat dilingkupi keraguan terhadap pemimpin yang korup.  Keluarga dipenuhi tangisan karena pengkhianatan dan ditinggalkan belahan jiwanya.  Untuk mengatasi ketakutan, keraguan dan kesedihannya, manusia membangun tembok zona aman setebal, setinggi, dan sekuat mungkin bagi dirinya.  Mereka berusaha mempunyai kekayaan sebanyak mungkin, mencapai kedudukan setinggi mungkin, memiliki kekuasaan sebesar mungkin, dan memuaskan keserakahan sebebas mungkin.  Tetapi seberapa keras usaha mereka dan seberapa jauh mereka berlari, ketakutan, keraguan, dan tangisan terus menghantui kehidupan mereka.  Apakah itu berarti di dalam kehidupan ini sudah tidak ada harapan lagi bagi manusia?
          Hanya bagi mereka yang percaya bahwa Yesus Kristus telah bangkit maka masih ada harapan di dalam kehidupan ini.  Itulah sebabnya ketika Yesus Kristus bangkit dan berjumpa dengan para murid yang dikasihi-Nya, Ia berkata: “Jangan egkau takut! Jangan engkau ragu? Jangan engkau menangis?”  Peristiwa Yesus Kristus ditangkap, diadili, dan disalibkan membuat iman dan pengharapan para murid-Nya sungguh-sungguh tergoncang sehingga ketakutan, keraguan, dan tangisan melingkupi kehidupan mereka.  Itulah sebabnya Yesus Kristus berkata: “Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai” (Mrk. 14:27).  Bagi para murid, Yesus Kristus merupakan satu-satunya sumber pengharapan akan Sang Mesias yang telah mereka nanti-nantikan.  Dari generasi ke generasi pengharapan akan kedatangan Sang Mesias tersebut terus disuarakan oleh para nabi dan telah dituliskan di dalam Kitab Suci.  Sang Mesias yang akan menyelamatkan, membebaskan, dan memberi kemenangan kepada mereka yang menanti-nantikan Dia. 
          Sebagai umat pilihan Allah, mereka mempunyai impian kehidupan yang begitu indah.  Tetapi realita yang mereka alami justru kehidupan yang begitu suram.  Empat ratus tahun mereka hidup tanpa ada lagi firman Tuhan melalui nabi-Nya.  Mereka hidup dibawah jajahan pemerintah Romawi.  Kekejaman, keserakahan, dan kemunafikan para pemimpin politik dan agama membuat mereka semakin muak dengan kehidupan ini.  Kekecewaan mereka semakin mendalam karena mesias-mesias palsu yang mengumbar janji kosong akhirnya hilang ditelan maut.  Ditengah keputus-asaan mereka dalam menanti Sang Mesias, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh beberapa keajaiban yang mengiringi kelahiran seorang anak dari Zakharia dan Elisabet.  Dia-lah yang berseru: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat. 3:2).  Mereka bertanya: “Siapakah engkau?” dan ia menjawab: “Aku bukan Mesias” (Yoh. 1:19-20).  Cahaya harapan yang sempat bersinar akhirnya kembali meredup.  Tetapi Yohanes Pembaptis pun berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah!” (Yoh. 1:36), maka harapan mereka pun kembali bertumbuh.  Ketika mereka mendengar perkataan Yesus Kristus yang penuh kuasa dan melihat perbuatan ajaib yang Dia lakukan, maka iman dan pengharapan mereka semakin besar.  Itulah sebabnya mereka rela meninggalkan segala sesuatu demi Dia.  Tetapi realita yang terjadi adalah pada saat iman dan pengharapan mereka sedang berada di puncak, yaitu ketika dengan mulut mereka mengaku Yesus Kristus adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16) dan dengan mata mereka melihat Yesus Kristus dielu-elukan di Yerusalem bagaikan raja dan nabi (Mat. 21:8-11), Dia justru memberitakan tentang penderitaan dan kematian-Nya.  Itulah sebabnya peristiwa Yesus Kristus mati di atas kayu salib telah menghancurkan iman dan pengharapan mereka, sehingga mata mereka tertutup oleh tangisan, pikiran mereka dipenuhi keraguan, dan hati mereka dilingkupi oleh ketakutan. 
          Pada hari yang ketiga setelah kematian Yesus Kristus, ketika sang surya mengintip dari balik bukit, fajar mulai merekah di sebelah timur, dan hari yang baru tiba, maka mereka mendengar sebuah sapaan yang dapat mencelikkan mata yang tertutup oleh tangisan, membuka pikiran yang dipenuhi oleh keraguan, dan meneduhkan hati yang dilingkupi oleh ketakutan: “Salam damai sejahtera bagi kamu!”  Sapaan Sang Mesias itu membuat ketakutan menjadi keberanian, keraguan menjadi keyakinan, dan tangisan menjadi senyuman.  “Tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita…dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraan itu dari padamu” (Yoh. 16:20-22).  Mengapa engkau takut?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala kuasa di bumi dan di sorga telah diberikan kepada-Nya?  Mengapa engkau ragu?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala firman-Nya ya dan amin?  Mengapa engkau menangis?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa ada jaminan pasti hidup bersama Dia di dalam Kerajaan-Nya?  N.T. Wright berkata: “Kebangkitan membukakan suatu kehidupan baru, suatu dunia baru bagi mereka yang ingin mengikut Yesus.  Dan hidup serta dunia baru itu, meski akan dipenuhi kelak dalam kehidupan yang akan datang, sudah mulai di sini dan kini.” 
          Ketika Sang Mesias datang kembali dan Kerajaan Sorga turun ke bumi, maka ketakutan akan lenyap, keraguan akan sirna, dan tangisan akan dihapus untuk selama-lamanya.  Oleh sebab itu, di dalam masa penantian akan kedatangan-Nya kembali, mari kita hadirkan kuasa kebangkitan Yesus Kristus di dalam kehidupan di bumi ini.  Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam sebuah keluarga tidak lagi mengalami ketakutan karena amarah orang tua, tidak lagi mengalami keraguan terhadap kesetiaan janji pernikahan, dan tidak ada lagi tangisan kedukaan yang tanpa harapan.  Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam sebuah bangsa tidak lagi mengalami ketakutan karena intimidasi kaum mayoritas, tidak ada lagi keraguan terhadap janji seorang pemimpin, dan tidak ada lagi tangisan penderitaan yang tanpa harapan.

0 comments:

Post a Comment