Kehidupan
tampak begitu rapuh, lambat, dan tersembunyi. Lihatlah janin di dalam
rahim seorang wanita, embrio di dalam telur, dan biji di dalam tanah.
Tetapi maut justru tampak begitu kuat, cepat, dan terbuka. Sakit,
kejahatan, dan kematian selalu mengintimidasi siapapun, kapanpun, dan
dimanapun. Tidaklah mengherankan jika senyuman kebahagiaan di wajah dalam
sekejap saja dapat berubah menjadi tangisan kedukaan.
Alam menangis karena diperkosa dan disiksa oleh manusia. Manusia menangis
karena dilukai dan disakiti oleh sesama. Kaum minoritas dan lemah
mengalami ketakutan karena ancaman dari kaum mayoritas dan kuat. Rakyat
dilingkupi keraguan terhadap pemimpin yang korup. Keluarga dipenuhi
tangisan karena pengkhianatan dan ditinggalkan belahan jiwanya. Untuk
mengatasi ketakutan, keraguan dan kesedihannya, manusia membangun tembok zona
aman setebal, setinggi, dan sekuat mungkin bagi dirinya. Mereka berusaha
mempunyai kekayaan sebanyak mungkin, mencapai kedudukan setinggi mungkin,
memiliki kekuasaan sebesar mungkin, dan memuaskan keserakahan sebebas
mungkin. Tetapi seberapa keras usaha mereka dan seberapa jauh mereka
berlari, ketakutan, keraguan, dan tangisan terus menghantui kehidupan mereka.
Apakah itu berarti di dalam kehidupan ini sudah tidak ada harapan lagi bagi
manusia?
Hanya
bagi mereka yang percaya bahwa Yesus Kristus telah bangkit maka masih ada
harapan di dalam kehidupan ini. Itulah sebabnya ketika
Yesus Kristus bangkit dan berjumpa dengan para murid yang dikasihi-Nya, Ia
berkata: “Jangan egkau takut! Jangan engkau ragu? Jangan engkau
menangis?” Peristiwa Yesus Kristus ditangkap, diadili, dan disalibkan
membuat iman dan pengharapan para murid-Nya sungguh-sungguh tergoncang sehingga
ketakutan, keraguan, dan tangisan melingkupi kehidupan mereka. Itulah
sebabnya Yesus Kristus berkata: “Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada
tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai”
(Mrk. 14:27). Bagi para murid, Yesus Kristus merupakan satu-satunya
sumber pengharapan akan Sang Mesias yang telah mereka nanti-nantikan.
Dari generasi ke generasi pengharapan akan kedatangan Sang Mesias tersebut
terus disuarakan oleh para nabi dan telah dituliskan di dalam Kitab Suci.
Sang Mesias yang akan menyelamatkan, membebaskan, dan memberi kemenangan kepada
mereka yang menanti-nantikan Dia.
Sebagai umat pilihan Allah, mereka mempunyai
impian kehidupan yang begitu indah. Tetapi realita yang mereka alami
justru kehidupan yang begitu suram. Empat ratus tahun mereka hidup tanpa
ada lagi firman Tuhan melalui nabi-Nya. Mereka hidup dibawah jajahan
pemerintah Romawi. Kekejaman, keserakahan, dan kemunafikan para pemimpin
politik dan agama membuat mereka semakin muak dengan kehidupan ini.
Kekecewaan mereka semakin mendalam karena mesias-mesias palsu yang mengumbar
janji kosong akhirnya hilang ditelan maut. Ditengah keputus-asaan mereka
dalam menanti Sang Mesias, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh beberapa keajaiban
yang mengiringi kelahiran seorang anak dari Zakharia dan Elisabet.
Dia-lah yang berseru: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat.
3:2). Mereka bertanya: “Siapakah engkau?” dan ia menjawab: “Aku bukan
Mesias” (Yoh. 1:19-20). Cahaya harapan yang sempat bersinar akhirnya
kembali meredup. Tetapi Yohanes Pembaptis pun berkata: “Lihatlah Anak
Domba Allah!” (Yoh. 1:36), maka harapan mereka pun kembali bertumbuh.
Ketika mereka mendengar perkataan Yesus Kristus yang penuh kuasa dan melihat
perbuatan ajaib yang Dia lakukan, maka iman dan pengharapan mereka semakin
besar. Itulah sebabnya mereka rela meninggalkan segala sesuatu demi
Dia. Tetapi realita yang terjadi adalah pada saat iman dan pengharapan mereka
sedang berada di puncak, yaitu ketika dengan mulut mereka mengaku Yesus Kristus
adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16) dan dengan mata mereka
melihat Yesus Kristus dielu-elukan di Yerusalem bagaikan raja dan nabi (Mat.
21:8-11), Dia justru memberitakan tentang penderitaan dan kematian-Nya.
Itulah sebabnya peristiwa
Yesus Kristus mati di atas kayu salib telah menghancurkan iman dan pengharapan
mereka, sehingga mata mereka tertutup oleh tangisan, pikiran mereka dipenuhi
keraguan, dan hati mereka dilingkupi oleh ketakutan.
Pada hari yang ketiga setelah kematian Yesus
Kristus, ketika sang surya mengintip dari balik bukit, fajar mulai merekah di
sebelah timur, dan hari yang baru tiba, maka mereka mendengar sebuah sapaan
yang dapat mencelikkan mata yang tertutup oleh tangisan, membuka pikiran yang
dipenuhi oleh keraguan, dan meneduhkan hati yang dilingkupi oleh ketakutan:
“Salam damai sejahtera bagi kamu!” Sapaan Sang Mesias itu membuat
ketakutan menjadi keberanian, keraguan menjadi keyakinan, dan tangisan menjadi
senyuman. “Tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita…dan hatimu
akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraan itu
dari padamu” (Yoh. 16:20-22). Mengapa
engkau takut? Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala
kuasa di bumi dan di sorga telah diberikan kepada-Nya? Mengapa engkau
ragu? Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala
firman-Nya ya dan amin? Mengapa engkau menangis? Bukankah
kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa ada jaminan pasti hidup bersama Dia
di dalam Kerajaan-Nya? N.T. Wright berkata: “Kebangkitan
membukakan suatu kehidupan baru, suatu dunia baru bagi mereka yang ingin
mengikut Yesus. Dan hidup serta dunia baru itu, meski akan dipenuhi kelak
dalam kehidupan yang akan datang, sudah mulai di sini dan kini.”
Ketika Sang Mesias datang kembali dan
Kerajaan Sorga turun ke bumi, maka ketakutan akan lenyap, keraguan akan sirna,
dan tangisan akan dihapus untuk selama-lamanya. Oleh
sebab itu, di dalam masa penantian akan kedatangan-Nya kembali, mari kita
hadirkan kuasa kebangkitan Yesus Kristus di dalam kehidupan di bumi ini.
Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam sebuah keluarga tidak
lagi mengalami ketakutan karena amarah orang tua, tidak lagi mengalami keraguan
terhadap kesetiaan janji pernikahan, dan tidak ada lagi tangisan kedukaan yang
tanpa harapan. Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam
sebuah bangsa tidak lagi mengalami ketakutan karena intimidasi kaum mayoritas,
tidak ada lagi keraguan terhadap janji seorang pemimpin, dan tidak ada lagi
tangisan penderitaan yang tanpa harapan.
0 comments:
Post a Comment