Jika
ada pertanyaan: “Institusi social apa yang mempunyai pengaruh sangat besar bagi
kehidupan manusia?” Jawabannya pasti adalah ekonomi, agama, dan
politik. Segala peristiwa di dunia ini tidak ada yang dapat dilepaskan
dari pengaruh ekonomi, agama, dan politik. Apa yang menyebabkan
terjadinya perang dunia? Apa yang menyebabkan terjadinya 11 September dan
bom Bali? Apa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998, Ambon, dan
Papua? Apa yang menyebabkan terjadinya pemberontakan di Aceh? Siapa
yang ikut bermain dibelakang gerakan-gerakan radikalisme? Apa motivasi
yang ada dibalik kasus Nazarudin, Gayus, dan Century? Pengaruh apa yang
digunakan oleh para pendosa sehingga ratusan santri yang masih remaja mengalami
pelecehan seksual? Apa yang menyebabkan terjadinya perpecahan
gereja? Kita bisa menambah daftar pertanyaan, tetapi jawabannya tetap
sama: “ekonomi, agama, dan politik.”
Dari
zaman ke zaman, tiga institusi social ini mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Tidaklah mengherankan jika manusia dan negara berusaha mati-matian
untuk mengejar ketiga hal ini. Dengan menguasai ekonomi, agama, dan
politik, maka dunia seakan-akan berada di tangan mereka. Seperti iklan Mastercard: “Anda
menggenggam seluruh dunia di tangan Anda!” Bukankah ini yang dikatakan
iblis kepada Adam dan Hawa: “Kamu akan menjadi seperti Allah” (Kej. 3:5)?
Di taman Eden, Adam dan Hawa gagal dan jatuh dalam dosa. Di taman Eden,
mereka terpikat oleh daya tarik ekonomi (ingin memiliki semuanya), agama (ingin
disembah oleh semuanya), dan politik (ingin menguasai semuanya). Tetapi
Yesus, di padang gurun, justru Dia mengalami kemenangan atas daya tarik ekonomi
yang menjarAH dan serakAh, agama yang manipulaTIF dan destrukTIF, serta politik
yang menindAS dan buAS.
Setelah berpuasa 40 hari dan 40 malam, akhirnya laparlah Yesus. Saat
itulah iblis mencobai Yesus untuk mengubah batu menjadi roti. Bukankah
roti sangat dibutuhkan bagi Yesus yang sedang kelaparan? Bukankah ekonomi
sangat dibutuhkan bagi dunia yang sedang “kelaparan”? Sekalipun pencobaan
tersebut terlihat logis, penting, dan mendesak, tetapi Yesus mengetahui betapa
singkatnya kenikmatan dan kepuasan dari solusi yang iblis tawarkan. Yesus
menolak pilihan hidup dari roti saja, karena ada tertulis: “Manusia hidup bukan
daru roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah!” Yesus menang karena menempatkan
firman Allah diatas segala kebutuhan ekonomi, sekalipun kebutuhan ekonomi tersebut
tampaknya logis, penting, dan mendesak. Bagaimana dengan
manusia? Manusia justru mengumbar kepuasan dan kenikmatan ekonomi yang
bersifat sesaat, dan membiarkan jiwanya merana dan menderita tanpa firman
Tuhan.
Setelah Yesus mematahkan pencobaan pertama, iblis tidak tinggal diam.
Kalau Roh Kudus yang membawa Yesus ke padang gurun, maka kali ini iblis yang
membawa Yesus justru ke pusat agama, yaitu Kota Suci, dan menempatkan Dia di
bumbungan Bait Allah. Dengan mengutip firman Tuhan, iblis mencobai Yesus
untuk melakukan karya penyelamatan yang tampak begitu dramatis, spektakuler,
dan mengagumkan, sehingga para pemimpin agama yang melihatnya pasti akan
bersorak-sorai dan memberikan dukungan secara penuh. Tetapi Yesus menolak karya penyelamatan
yang instan, mudah, dan murahan tersebut. Karya
penyelamatan yang Allah tetapkan bukanlah dengan cara turun dari bumbungan Bait
Allah di Kota Suci, tetapi dengan cara naik ke kayu salib di Bukit Golgota;
bukan dengan pertolongan dari para malaikat, tetapi dengan pengkhianatan,
penyiksaan, dan pembunuhan dari orang-orang berdosa; bukan supaya kaki-Nya
tidak terantuk batu, tetapi supaya kaki-Nya diremukkan paku; bukan dengan
pengakuan dan dukungan pemimpin agama, tetapi dengan pengakuan dan peneguhan Bapa.
Itulah sebabnya Yesus mematahkan pencobaan iblis dengan berkata: “Ada pula
tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” Bagaimana dengan
manusia? Manusia justru menjadikan agama sebagai Juruselamatnya dan
memanipulasi firman Tuhan demi pemenuhan dan pemuasan diri, bukan untuk
pengosongan dan penyangkalan diri.
Akhirnya motivasi dan tujuan utama iblis terungkap melalui pencobaan yang
ketiga melalui sebuah janji kemuliaan, kekuasaan, dan kemegahan semua kerajaan
dunia akan diberikan jika Yesus mau sujud menyembah dia. Janji tersebut
tampak begitu relefan, sesuai harapan, dan sangat menggiurkan. Bukankah
semuanya itu sangat cocok dengan gambaran Mesias yang sedang dinanti-nantikan,
yang akan mengalahkan kerajaan Romawi dan segala kerajaan dunia? Bukankah
dengan demikian semua manusia akan tunduk dan taat kepada Yesus? Tetapi
Yesus Sang Mesias justru menunjukkan kemuliaan-Nya dengan bermahkotakan duri,
bukan bermahkotakan emas; membuktikan kekuasaan-Nya dengan melayani, bukan
dengan menindas; memperlihatkan kemegahan-Nya dalam kemiskinan, bukan dalam
kekayaan. Yesus
tidak tertipu oleh janji-janji yang tampak begitu relefan, sesuai harapan, dan
sangat menggiurkan. Yesus mengalahkan pencobaan dengan
berkata: “Enyahlah, iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Bagaimana dengan
manusia? Manusia justru memilih sujud menyembah iblis hanya demi mencapai
dan mendapatkan kekuasaan politik, puncak jabatan, dan status tertinggi di
dunia.
Lihatlah! Ada seorang manusia yang begitu kuat ekonominya, ingin
mempunyai kedudukan tertinggi di politik. Karena baginya agama adalah
“baju”, maka dengan begitu mudahnya ia berganti-ganti agama. Dengan
kekuatan ekonominya, ia beramal sehigga mendapatkan dukungan dari para pemimpin
agama. Akhirnya ia mempunyai kekuatan politik. Untuk memperbesar
kekuatan ekonominya, maka dengan kekuatan politik ia melakukan korupsi.
Supaya perbuatan korupsinya tidak terbongkar, maka ia menekan dengan kekuatan
politik, menyuap dengan kekuatan ekonomi, dan menutupi kebusukan dengan
“topeng” agama. Tetapi ketika maut menjemputnya, maka ekonomi, agama, dan
politik menjadi lumpuh dan mandul. Kebinasaan kekal telah menantinya.
Lihatlah! Ada sebuah negara yang begitu kuat ekonomi dan politiknya,
ingin memperbesar ekonomi dirinya dengan cara menguasai sumber kekuatan ekonomi
negara-negara lainnya. Dengan kekuatan dan kelicikan politiknya maka
diadakanlah agresi militer dan embargo ekonomi. Setelah pemerintahan
politik negara-negara tersebut hancur, maka dengan kekeuatan dan kelicikan
ekonominya ia memberikan bantuan ekonomi dan menawarkan bentuk pemerintahan
politik yang baru. Tujuan dari itu semua adalah menciptakan kebergantungan
ekonomi mereka kepada dirinya dan mendirikan pemerintahan politik mereka yang
dapat dikontrol oleh dirinya. Dengan demikian ia menguasai sumber
kekuatan ekonomi dan politik mereka. Karena negara-negara tersebut sedah
lemah ekonomi dan politiknya, maka dengan kekuatan agama mereka memanipulasi
firman Tuhan dan memobilisasi orang-orang untuk siap mendatangkan terror
sebagai aksi pembalasan dendam.
Bagaimana dengan Yesus? Bukankah murid-Nya berteriak: “Aku tidak
mengenal-Nya!” karena Yesus yang dilihatnya di atas gunung dengan kemuliaan-Nya
dan yang diakuinya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup kini tampak penuh
penderitaan akibat kekuatan ekonomi, agama, dan politik? Bukankah orang
banyak berteriak: “Salibkan Dia!” karena Yesus yang memberi makan lima ribu
orang dan yang menyembuhkan segala penyakit ternyata tidak memuaskan nafsu
mereka secara ekonomi dan politik? Bukankah para pemimpin agama berteriak:
“Tunjukkanlah tanda dan berilah bukti supaya kami percaya!” karena Yesus yang
membuka segala topeng kemunafikan mereka telah mengancam kekuatan agama
mereka? Bukankah penguasa Romawi berteriak “Apalah arti kebenaran jika
jabatan menjadi taruhan?” karena Yesus yang terlihat begitu lemah dan tak
berdaya dibandingkan dengan tuntutan orang banyak dan para pemimpin agama yang
dapat membahayakan kekuatan politiknya? Sekalipun saat itu kekuatan ekonomi yang menjarAH
dan serakAh, agama yang manipulaTIF dan destrukTIF, serta politik yang menindAS
dan buAS tampak berjaya; tetapi, lihatlah ke atas salib dan dengarlah teriakan
kemenangan-Nya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang
mereka perbuat!...Tetelesthai!...Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan
nyawa-Ku!”; maka gelap gulita, gempa bumi, dan tabir Bait Allah terbelah
mengiringi hancurnya, tunduknya, dan kalahnya kuasa iblis yang menggerakkan dan
mengontrol ekonomi, agama, dan politik tersebut.
Akhirnya, saat fajar tiba, hari baru dimulai, harapan pun bertumbuh karena Dia
yang telah bangkit berkata: “Kepada-Ku
telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman!”