Thursday, June 20, 2013

Menjadi Hadiah yang Terbaik



Seberapa repotkah Saudara ketika akan memberi hadiah untuk “pribadi” yang paling Saudara kasihi?  Bagiku, mencari, memilih, dan mempersiapkan hadiah untuk “pribadi” yang paling dikasihi adalah salah satu kegiatan yang rumit untuk dipikirkan dan sulit untuk dilakukan.  Lebih rumit dan lebih sulit daripada memikirkan dan mengerjakan soal-soal Olimpiade Fisika.  Mengapa?  Karena hadiah tersebut melibatkan suatu harapan dari dua pribadi yang berbeda, yaitu harapan si pemberi dan harapan si penerima.  Ada harapan bahwa hadiah tersebut dapat mengungkapkan perasaan terdalam dari si pemberi.  Sekaligus ada harapan bahwa hadiah tersebut juga dapat membahagiakan dan memuaskan si penerima.  Untuk memenuhi harapan si pemberi dan harapan si penerima, maka dibutuhkan pertimbangan yang matang.  Apa hadiah yang tepat?  Dimana hadiah itu bisa diperoleh?  Kapan hadiah itu diberikan?  Bagaimana cara memberikan hadiah tersebut?  Dan masih banyak lagi pertanyaan yang harus digumulkan jawabannya.  Seberapa dalam kita mengenal diri kita sendiri dan mengenal “pribadi” yang paling kita kasihi, menentukan seberapa besar harapan yang akan terpenuhi melalui hadiah tersebut.  Si pemberi harus sungguh-sungguh mengenal perasaan apa yang terdalam di hatinya.  Si pemberi juga harus sungguh-sungguh mengenal apa yang paling bisa membahagiakan dan memuaskan “pribadi” yang paling dikasihinya. 
          Ketika kita ingin hadiah tersebut sungguh-sungguh istimewa dan berarti bagi “pribadi” yang paling kita kasihi, maka pasti kita akan rela menyediakan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk mempersiapkannya.  Mata kita terus melihat-lihat, tangan kita terus memilah-milah, dan kaki kita terus melangkah dari satu tempat ke tempat yang lain, sementara itu pikiran, hati, dan jiwa kita terus menimbang-nimbang, sampai akhirnya kita menemukan hadiah yang paling tepat.  Setelah itu, kita juga menyediakan waktu untuk mengemas hadiah tersebut sedemikian rupa agar tampak lebih menarik sehingga semakin membahagiakan “pribadi” yang paling kita kasihi.  Bahkan kita juga akan menyediakan waktu untuk memikirkan kapan dan bagaimana cara kita memberikan hadiah tersebut sehingga “pribadi” yang kita kasihi pun merasa puas.
          Kalimat apa yang paling kita nantikan untuk kita dengar dari “pribadi” yang paling kita kasihi, setelah ia menerima hadiah tersebut?  Kalimat yang paling membahagiakan dan memuaskan bagi si pemberi adalah ketika si penerima berkata: “Sesungguhnya, dirimu adalah hadiah yang terbaik bagiku!”  Kalimat itu berarti bahwa si penerima bukan hanya bahagia dan puas terhadap hadiah tersebut, tetapi ia juga menjadikan si pemberi sebagai “pribadi” yang paling dikasihinya.  Kalimat itu juga berarti bahwa si pemberi bukan hanya berhasil mempersiapkan hadiah yang terbaik, tetapi juga berhasil menjadikan dirinya sendiri sebagai hadiah yang terbaik baik “pribadi” yang dikasihinya.  Berusaha mempersiapkan hadiah yang istimewa memang sulit dan penting, tetapi jauh lebih sulit dan lebih penting lagi adalah berusaha menjadikan diri kita sendiri sebagai hadiah yang terbaik bagi “pribadi” yang paling kita kasihi.
          Di dalam konteks relasi kita dengan Allah, sesungguhnya Allah telah memberikan “hadiah” yang teristimewa, termahal, dan terbaik bagi kita, yaitu Yesus Kristus.  Perasaan apa yang terdalam di hati Allah sebagai Pemberi?  “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini” (Yoh. 3:16).  Apa yang paling membahagiakan dan memuaskan bagi orang percaya sebagai penerima?  “tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).  “Hadiah” apa yang dapat mengungkapkan perasaan yang terdalam di hati Allah, sekaligus yang dapat membahagiakan dan memuaskan orang percaya? “Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16).  Kalimat apa yang paling membahagiakan dan memuaskan Allah untuk Dia dengar dari orang percaya?  “Sesungguhnya, Engkau adalah Hadiah yang terbaik bagiku!”
          Di dalam konteks relasi kita dengan pasangan kita, sesungguhnya kita adalah si pemberi dan si penerima hadiah yang terbaik.  Sudahkan kita menjadi “hadiah” yang terbaik bagi pasangan kita?  Relakah kita mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga bagi pasangan kita?  Akankah pasangan kita merasa bahagia, istimewa, dan berarti?  Sudahkah kita berkata kepada pasangan kita: “Sesungguhnya, dirimu adalah hadiah yang terbaik bagiku!”

0 comments:

Post a Comment