24
Mei 2011
Hari
ini saudaraku Paulmanto meninggal…
Daku
teringat…
Suatu
sore...
Daku
lihat Paul sedang setrika baju. Daku bertanya: “Apa yang sedang dirimu
pikirkan Ul?” Dengan wajah penuh pertanyaan dia menjawab: “Mas Kris, kenapa
kok sepertinya Tuhan itu menunda-nunda proses kemoterapiku di Jakarta ya?
Selalu ada saja hambatan sehingga sampai hari ini daku belum dapat kepastian
kapan dapat kamarnya. Apakah itu berarti daku gak usah dikemo lagi ya,
diganti dengan obat-obatan saja?” Kutatap matanya: “Daku gak tau
Ul. Memang kakakku yang dulu pernah sakit kanker usus besar juga tidak
melanjutkan paket kemoterapinya, tetapi diganti dengan obat-obatan saja.
Sudah 7 tahun dia masih baik. Tetapi yang daku tahu pasti adalah tanggung
jawab kita untuk berusaha sebaik mungkin, dan mengisi hari seberarti mungkin!”
Lalu
percakapan kami lanjutkan sambil duduk di sofa… percakapan tentang kebaikan
Tuhan di tengah pergumulan…
Keesokan
harinya…
“Mas
Kris, dirimu da mana?” teriak Paul. “Daku da kamar mandi Ul!”
jawabku. Paul bertanya: “Mas, dirimu berani lihat luka dan darah
gak?” Hatiku langsung tersentak: “Ada apa Ul?” “Daku mau minta
tolong dirimu untuk bantuin daku ganti perban” jawabnya. Hatiku lega:
“Oh, daku kira ada apa. Ya, setelah mandi daku ke kamarmu.”
Di
kamar Paul, telah tersedia semua alat pengobatan yang dibutuhkan. Ketika
Paul buka baju dan memperlihatkan selang di tangan kanannya, hatiku
tersentuh. “Berapa lama dirimu harus memakai ini Ul?” tanyaku.
“Enam bulan mas” jawabnya. Paul bertanya: “Gimana mas, sudah siap?”
Jawabku: “He3… Tenang aja Ul, dirimu kan tahu waktu daku kecelakaan, sampai
bibir dan pelipisku sobek, daku kan merawat luka-lukaku sendiri.” Padahal
hatiku cukup gentar setelah melihat dan membayangkan betapa sakitnya yang dia
rasakan. Kemudian dia memberikan instruksi-instruksinya bagaimana cara
mengganti perbannya, sambil pelan-pelan daku lakukan tiap instruksinya
itu. Hatiku semakin gentar ketika melihat ekspresi wajahnya yang menahan
rasa sakit. Setelah perbannya selesai diganti dengan yang baru, tampak di
wajahnya suatu kelegaan. Hatikupun merasa lega. Kami berdua
tersenyum dan bercanda lagi.
Sambil
penuh harap Paul bertanya: “Mas Kris mau ikut wisuda bulan Mei 2012?
Batas maksimal supaya dapat ikut wisuda harus selesai kapan mas?”
Jawabku: “Iya Ul, daku berusaha ikut wisuda bersama kalian. Batasnya awal
Juli harus sudah masuk ladang.” “Oh Ya? Wah berarti masih ada
kemungkinan dong daku bisa ikut wisuda tahun depan!” suaranya penuh semangat.
“Iya Ul. Ayo semangat, kita selesaikan perjuangan kita!” sahutku
dengan senang. “Iya mas, tunggu daku ya!” jawab Paul. “Pasti
teman!” tegasku.
Di
hari lain…
Pak
Happy dan Bu Diah mengajak kami main ke tempat pelayanannya. Pak Happy,
Paul, Teddy, dan daku naik motor ke Tebo. Sesampainya da sana, kami
bercanda dan berbicara tentang banyak hal. Setelah makanan siap disantap,
sejenak kami mendengar ungkapan isi hati Pak Happy dan Ibu Diah, bahwa mereka
sangat senang sekali bisa melihat Paul kembali, itulah sebabnya mereka
mengundang kami untuk makan bersama. Tanpa ragu-ragu, Paul mencoba semua
jenis masakan yang tersedia. Kulihat wajahnya yang cerah menikmati
makanan enak yang telah dihidangkan baginya.
Di
suatu malam…
Temen-temen
masta yang laki-laki sepakat mengadakan acara di kamar Paul. Setelelah
semua berkumpul dan ayam goreng sudah tersedia, kami berdoa mengucapsyukur atas
kebaikan Tuhan pada saudara kami Paul, yang sudah berada di tengah-tengah kami
lagi. Sambil menikmati makanan, kami bercanda dan tertawa sampai
puas. Sungguh kami menikmati kebersamaan malam itu.
Sabtu
malam…
“Mas
Kris, besok kita ibadah sama-sama yuk. Setelah itu kita wisaya kuliner”
ajaknya. “Lho, bukannya dirimu harus jaga makanan Ul?” tanyaku.
Dengan tersenyum Paul menjawab: “Tenang aja mas, masih bisa diatasi kok.”
Minggu
pagi…
Kami
ibadah pagi di GKKK Kasin. Semua yang kenal dengan Paul menyambutnya
dengan senyuman dan semangat. Beberapa hamba Tuhan bertanya sampai kapan
dia ada di Malang, karena akan dijadwalkan pelayanan kesaksian atas kebaikan
Tuhan. Bahkan GKKK Tebo langsung memberikan kesempatan Paul pelayanan
kesaksian di ibadah sore. Setelah ibadah, kami wisata kuliner… rawon
Kasin, ayam goreng Bu Kris, bebek goreng Haji Slamet. Sorenya, Paul berangkat
pelayanan di Tebo, daku pelayanan di Bareng.
Beberapa
hari kemudian…
“Ul,
daku minta maaf. Kali ini daku hanya bisa menjemputmu da bandara, tetapi
kemungkinan besar gak bisa antar dirimu, karena daku harus pulang ke Solo untuk
menghadiri pemakaman Ibu Inge (pendeta GKKK Solo yang sakit kanker)” sambil
kutatap matanya. Sambil tersenyum Paul menjawab: “Gak papa mas, masih ada
temen-temen yang bisa antar kok.” Daku pun tersenyum: “Sampai jumpa lagi
ya Ul. Tetap semangat!” Dengan pasti Paul menjawab: “Pasti, mas
Kris!”
Daku
pulang ke Solo tanpa menemukan jawaban kenapa harus ada penundaan?...
Ternyata
itu menjadi momen yang terakhir daku menatap wajah Paul…
Daku
pernah bertanya pada Paul: "Dirimu tidak menuliskan perjalanan imanmu
bersama dengan Tuhan?" Jawabnya: "Tidak mas, karena daku lebih senang
bercerita secara langsung!"... Dalam hatiku: "Andai daku punya
kesempatan menuliskannya!"... Terima kasih sudah berbagi saudaraku!
0 comments:
Post a Comment