Tuesday, July 30, 2013

Seberapa Rindukah Kita?



           
Dua anak kecil berlari menyambutku… “Om Kris, ini kunci mobilnya!  Kata mama, mobilnya harus dipanasin dulu Om!” seru mereka.  “Iya adik-adikku!  Wah, kalian semangat sekali, mau ke mana sih?”  tanyaku.  “Kan kita mau jemput papa!” jawab mereka dengan penuh semangat.  “Good, ayo Om Kris antar ya!” seruku.  Ketika kunyalakan mobilnya, kulihat seorang ibu sedang menggendong anaknya yang paling kecil sambil bersiap-siap.  Tidak lama kemudian semua masuk mobil.  “So, semuanya sudah siap?” tanyaku.  Tiga anak kecil pun berseru, “Sudah!  Ayo berangkat Om!”
            Selama perjalanan dari kampus ke bandara, daku sangat menikmati percakapan yang penuh imajinatif dengan ketiga anak kecil yang lucu-lucu sehingga perjalanan yang hampir satu jam terasa 10 menit saja.  Kami tertawa dan bercanda bersama.
            Setibanya di bandara, anak pertama dan kedua langsung keluar dari mobil dan berlari melihat pemandangan.  Sementara itu, kulihat ibu menggendong anaknya yang paling kecil yang sedang tertidur.  Segera daku berlari menyusul kedua anak kecil tersebut untuk menjaga mereka.  Kami pun melanjutkan percakapan yang imajinatif, mulai dari makanan yang paling disukai sampai layang-layang yang diikatkan pada sayap pesawat terbang… he3!
            Beberapa waktu kemudian, kulihat sebuah pesawat mendarat.  Spontan daku ajak kedua anak kecil itu untuk melihat tempat di mana pesawat itu menurunkan penumpangnya.  “Ayo kita lihat mana papa!” ajakku.  Anak pertama sibuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini dan itu, sementara anak kedua terdiam dan terpaku melihat para penumpang yang mulai turun, seakan dia bertanya, “Mana papaku?”  Dia yang pemalu akhirnya tiba-tiba berani memegang tanganku.  Kulihat wajahnya yang cantik dan kurasakan getaran tangannya yang mungil.  Daku tahu bahwa ada rasa cemas karena orang banyak di sekitarnya, sementara itu ada rasa rindu yang sangat dalam pada papanya.  Tiba-tiba dia berteriak, “PAPA!  PAPA!”  Dia melambaikan tangannya, sementara tangan satunya memegang tanganku erat.  Daku dan kokonya bertanya dengan penasaran, “Mana papa?”  Jarinya yang mungil menunjuk ke seorang laki-laki yang sedang tersenyum dan melambaikan tangannya.  “Iya benar, itu papa!” seruku.  Kokonya bertanya, “Mana Om, kok gak kelihatan?”  “Yah, sudah masuk ruangan deh!  Ayo kita jemput da ruang tunggu saja” ajakku.
            Koko langsung berlari menuju pintu masuk penumpang.  “Koko, itu pintu masuk.  Papa keluar dari pintu yang sebelah sana!” seruku.  Tanpa berkata apa-apa, dia langsung berlari melewati banyak orang menuju pintu keluar penumpang.  Sementara itu adiknya mulai meregangkan pegangan tangannya, tanda bahwa dia juga ingin berlari menyusul kokonya.  Tetapi setelah melihat orang banyak, dia pun kembali memegang dengan erat tanganku.  Daku tahu bagaimana perasaannya, maka daku ajak dia berlari kecil untuk menyusul kokonya.  Kulihat kokonya sudah berada tepat di pinggir pintu keluar penumpang, sementara kami berdiri agak jauh karena banyaknya orang.  Begitu papanya keluar, mereka berdua berteriak, “PAPA!”  Kokonya langsung memeluk papanya, sementara itu kembali kurasakan kembali dari genggaman tangan mungil rasa rindu pada papa yang terhalang dengan kecemasan karena orang banyak.  Begitu papanya sudah semakin dekat, maka dia berani melepaskan genggamannya dari tanganku dan memeluk papanya.  Oh terlalu indah untuk diceritakan dan diungkapkan lewat kata-kata.
            Ketika kami sampai di mobil, anaknya yang paling kecil terbangun dan langsung berteriak, “PAPA!” sambil menangis rindu.  Kulihat juga sorotan mata seorang istri yang merindukan suami tercintanya.  Lengkap sudah keindahan sore itu.  Segera setelah semua barang masuk ke mobil, kami pun pulang dengan bahagia.
            Di dalam perjalanan pulang, anaknya yang pertama bertanya, “Kenapa ya kok perjalanan pulang terasa lebih cepat?”  “Ayo coba jawab ko, padahal kan jaraknya sama!  Kalau gak percaya tanya aja Om Kris yang guru fisika!” sahut papanya.  Beberapa kali dia mencoba memberikan jawaban, tetapi papanya terus mendorongnya untuk mencari jawaban yang lebih tepat.  Setelah dia merasa tidak lagi temukan jawabannya, maka papanya berkata, “Itu karena hati kita bahagia, makanya menjadi terasa cepat!”  Dari getaran suaranya, daku bisa merasakan betapa rindunya dia pada istri dan anak-anaknya.
            Ya tepat, hati yang bahagia dapat membuat waktu yang lama menjadi terasa lebih cepat.  Albert Einsten pernah berkata, “ketika kita berada di dekat orang yang kita kasihi, maka waktu yang panjang menjadi terasa terlalu singkat; tetapi ketika kita berada jauh dari orang yang kita kasihi, waktu yang pendek menjadi terasa terlalu lama; itulah yang disebut relativitas waktu!”  Seberapa dalam rindunya kita pada seseorang, menunjukkan seberapa besar kasihnya kita pada dia.
            Di dalam Alkitab daku temukan beberapa ungkapan rindu:
·         Ayub mengetahui bahwa Allah rindu kepada buatan tangan-Nya (Ayb. 14:15). Apakah kita juga rindu mendengar panggilan-Nya untuk pulang?
·         Yesus Kristus menggambarkan kerinduan-Nya untuk mengumpulkan umat-Nya seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya (Mat. 23:37; Luk. 13:34). Apakah kita juga rindu bernaung di bawah sayap-Nya?
·         Yesus Kristus pun sangat merindukan makan Paskah bersama muri-murid-Nya, sebelum Dia menderita (Luk. 22:15).  Setiap kali kita  melakukan perjamuan kudus, apakah kita juga ingat akan penderitaan-Nya dan sangat merindukan perjamuan kekal di sorga bersama dengan Dia?
·         Pemazmur menggambarkan kerinduan jiwanya akan Allah seperti rusa yang merindukan sungai yang berair (Mzm. 42:2).  Apakah jiwa kita juga rindu untuk berjumpa dengan Dia setiap waktu?
·         Pemazmur juga menyatakan kehancuran jiwanya karena rindu kepada pelataran-pelataran dan hukum-hukum Tuhan setiap waktu (Mzm. 84:3; 119:20).  Apakah jiwa kita juga hancur karena rindu kepada kediaman dan firman Tuhan setiap waktu?
·         Paulus menyatakan kerinduannya kepada jemaat yang dilayaninya, sekalipun jauh di mata tetapi dekat di hati, dengan kasih mesra Kristus Yesus (Flp. 1:28; 1Tes. 2:17).  Apakah hati kita juga rindu kepada orang-orang yang kita layani dengan kasih mesra Kristus Yesus?

Seberapa besar kasih kita pada Tuhan Yesus Kristus dapat terlihat dari seberapa dalam rindu kita akan kedatangan-Nya! (2Tim. 4:6-8; 2Kor. 5:2).  Bahkan seluruh makhluk pun sangat rindu menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan (Rm. 8:19).  Oleh sebab itu, mari kita hadirkan syallom bagi siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, karena itu bukti nyata kerinduan kita pada datangnya Kerajaan Allah!
            “Om Kris, ini ada es krim buat Om Kris dan Om Hermanto ya.  Terima kasih Om!” tangannya yang mungil mengulurkan dua es krim yang dibungkus plastik.  “Wah terima kasih adik-adikku, sampai jumpa lagi ya!” kuterima pemberian mereka dan kulambaikan tanganku, mereka pun melambaikan tangan dan memberiku senyuman yang tulus dan murni.

“Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.” ~ Filipi 1:20
Ketika dua hati dipenuhi kerinduan,
maka perjumpaan menjadi penuh keindahan dan kebermaknaan!

0 comments:

Post a Comment