Friday, May 31, 2013

Sebuah Percakapan Hamba Tuhan dengan Anaknya



Suatu hari ada percakapan seorang hamba Tuhan dengan anaknya yang masih kecil. 
 Hamba Tuhan bertanya: “Anakku, kamu tahu gak mengapa Allah menciptakan manusia dari debu tanah?” 
 Sejenak anak kecil itu terdiam... mengkerutkan alisnya... menandakan dia sedang berpikir keras... Beberapa waktu kemudian anak kecil itu tersenyum lebar kepada ayahnya...
 “Aku tahu jawabannya!” seru anak kecil itu...
 “Apa jawabannya?” sahut hamba Tuhan. 
 Anak kecil itu melangkah dengan pasti ke sebuah kursi, kemudian duduk dengan mantap... bagaikan seorang guru yang akan memberikan penjelasan kepada muridnya.
 Dengan wajah sangat serius dan tatapan mata yang tajam anak kecil itu berkata: “Kita harus bersyukur kepada Allah karena manusia diciptakan dari debu tanah... sebab jika tidak, maka pasti akan gawat sekali!!!”
 Hamba Tuhan penasaran: “Gawat bagaimana maksudmu?”
 Anak kecil itu menjawab dengan pelan: “Gawat... sungguh gawat... karena semua orang mati pasti tidak akan dikubur di dalam tanah... tetapi... mereka akan disimpan di dalam lemari besi!”
 Hamba Tuhan itu semakin penasaran:  “Lho kok bisa?”
 Anak kecil itu membetulkan posisi duduknya sebelum memberikan penjelasan lebih lanjut kepada ayahnya yang sedang penasaran...
 Kemudian anak kecil itu berkata: “Begini yah... ketika ayah menguburkan orang mati kan ayah berkata: dari debu kembali ke debu!... dan beberapa waktu kemudian orang mati tersebut memang menjadi debu... Nah kalau manusia diciptakan dari emas, maka ayah akan berkata: dari emas kembali ke emas!... dan pasti orang mati tersebut akan menjadi emas... Supaya kuburnya tidak digali dan dicuri, makanya orang mati tidak dikubur di dalam tanah tapi di dalam lemari besi... kan kalau sudah berubah menjadi emas masih tersimpan dengan baik!”
 Hamba Tuhan: @#$%^&*!
Hanya di tangan Allah saja... debu yang hina menjadi kehidupan yang mulia!!!

Sunday, May 26, 2013

Perjumpaan yang Mengubah Kehidupan ~ Lukas 5:1-11; 18:18-30



Suatu hari ada pemuda yang bertanya kepada hamba Tuhan: “Mengapa kita berdoa?”  Jawab hamba Tuhan: “Dengan berdoa maka kita dapat berjumpa dengan Tuhan!”  Spontan pemuda itu berkata: “Wah kalau begitu lebih baik saya tidak berdoa!”  Dengan wajah penuh penasaran hamba Tuhan itu bertanya: “Kenapa?” Pemuda tersebut menjawab: “Karena saya belum siap berubah!”
        Sekalipun pemuda tersebut mengambil keputusan yang salah, tetapi dari pernyataannya kita tahu bahwa pemuda tersebut sesungguhnya mempunyai konsep yang benar bahwa “perjumpaan dengan Tuhan membawa perubahan hidup.”  Bukankah konsep ini yang seringkali kita lupakan?  Akibatnya, setiap kali kita berjumpa dengan Tuhan dalam doa, kita berdoa hanya sebatas menyampaikan pergumulan-pergumulan kita, tetapi tanpa ada perubahan di dalam diri kita.
          Dari beberapa perjumpaan manusia dengan Tuhan yang dicatat di Alkitab, saya tertarik membandingkan perjumpaan Simon Petrus dengan Tuhan Yesus Kristus dan perjumpaan seorang pemimpin dengan Tuhan Yesus Kristus:
  • Tuhan Yesus Kristus berinisiatif menjumpai Simpon Petrus – seorang pemimpin berinisiatif menjumpai Tuhan Yesus Kristus, bahkan di Markus 10:17 digambarkan dia berlari-lari dan berlutut di hadapan Tuhan Yesus Kristus.
  • Simon Petrus menyebut Tuhan Yesus Kristus sebagai “Guru” – seorang pemimpin menyebut Tuhan Yesus Kristus sebagai “Guru yang baik.”
  • Orientasi hidup Simon Petrus adalah ikan – orientasi seorang pemimpin adalah kehidupan kekal.
  • Simon Petrus sedang mengalami kegagalan, “telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa” – seorang pemimpin sedang mengalami kesuksesan.
  •  Simon Petrus melakukan perintah Tuhan Yesus Kristus, “tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” – seorang pemimpin “menjadi amat sedih” setelah mendengar perintah Tuhan Yesus Kristus.
  • Simon Petrus menyadari kemiskinannya di hadapan Tuhan Yesus Kristus, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” – seorang pemimpin merasa kaya di hadapan Tuhan Yesus Kristus, “Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”
  • Simon Petrus “meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus” – seorang pemimpin pergi meninggalkan Tuhan Yesus Kristus dengan hati yang sedih dan kecewa (Mrk. 10:22).
          Dari perbandingan perjumpaan di atas, maka kita melihat ada sebuah proses pemurnian hati yang akhirnya membawa perubahan hidup kepada dua kutub yang sangat berbeda: melepas atau menggengam segala sesuatu; mengikut atau meninggalkan Tuhan Yesus Kristus!  Hanya dengan meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Tuhan Yesus Kristus maka kita “akan menerima kembali lipat ganda” dan “akan menerima hidup yang kekal.”
          Di dalam perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus, ada proses pemurnian hati yang akan menghancurkan segala topeng kemunafikan dan kesombongan.  Bagi mereka yang berhati keras, maka akan mengalami kesedihan dan kekecewaan.  Tetapi bagi mereka yang berhati lembut, maka akan mengalami: perubahan pengenalan (dari “Guru” menjadi “Tuhan”), kesadaran akan keberdosaan, perubahan orientasi hidup (dari “menjala ikan” kepada “menjala manusia”).  Bukankah itu juga yang terjadi ketika Zakheus mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus (Luk. 19:1-10)?  Bagaimana dengan kita?  Semoga setiap kali kita mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus di dalam doa, biarlah kita didapati mempunyai hati yang rela untuk mengalami perubahan hidup seturut dengan kehendak-Nya, sehingga semakin serupa dengan Dia, bagi kemuliaan-Nya!
Jadikan doa sebagai perjumpaan yang memurnikan kita menjadi selaras dengan-Nya!

Thursday, May 23, 2013

Kuasa Ekonomi, Agama, dan Politik Telah Dipatahkan! ~ Matius 4:1-11



Jika ada pertanyaan: “Institusi social apa yang mempunyai pengaruh sangat besar bagi kehidupan manusia?”  Jawabannya pasti adalah ekonomi, agama, dan politik.  Segala peristiwa di dunia ini tidak ada yang dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi, agama, dan politik.  Apa yang menyebabkan terjadinya perang dunia?  Apa yang menyebabkan terjadinya 11 September dan bom Bali?  Apa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998, Ambon, dan Papua?  Apa yang menyebabkan terjadinya pemberontakan di Aceh?  Siapa yang ikut bermain dibelakang gerakan-gerakan radikalisme?  Apa motivasi yang ada dibalik kasus Nazarudin, Gayus, dan Century?  Pengaruh apa yang digunakan oleh para pendosa sehingga ratusan santri yang masih remaja mengalami pelecehan seksual?  Apa yang menyebabkan terjadinya perpecahan gereja?  Kita bisa menambah daftar pertanyaan, tetapi jawabannya tetap sama: “ekonomi, agama, dan politik.” 
Dari zaman ke zaman, tiga institusi social ini mempunyai pengaruh yang sangat besar.  Tidaklah mengherankan jika manusia dan negara berusaha mati-matian untuk mengejar ketiga hal ini.  Dengan menguasai ekonomi, agama, dan politik, maka dunia seakan-akan berada di tangan mereka.  Seperti iklan Mastercard: “Anda menggenggam seluruh dunia di tangan Anda!”  Bukankah ini yang dikatakan iblis kepada Adam dan Hawa: “Kamu akan menjadi seperti Allah” (Kej. 3:5)?  Di taman Eden, Adam dan Hawa gagal dan jatuh dalam dosa.  Di taman Eden, mereka terpikat oleh daya tarik ekonomi (ingin memiliki semuanya), agama (ingin disembah oleh semuanya), dan politik (ingin menguasai semuanya).  Tetapi Yesus, di padang gurun, justru Dia mengalami kemenangan atas daya tarik ekonomi yang menjarAH dan serakAh, agama yang manipulaTIF dan destrukTIF, serta politik yang menindAS dan buAS.
           Setelah berpuasa 40 hari dan 40 malam, akhirnya laparlah Yesus.  Saat itulah iblis mencobai Yesus untuk mengubah batu menjadi roti.  Bukankah roti sangat dibutuhkan bagi Yesus yang sedang kelaparan?  Bukankah ekonomi sangat dibutuhkan bagi dunia yang sedang “kelaparan”?  Sekalipun pencobaan tersebut terlihat logis, penting, dan mendesak, tetapi Yesus mengetahui betapa singkatnya kenikmatan dan kepuasan dari solusi yang iblis tawarkan.  Yesus menolak pilihan hidup dari roti saja, karena ada tertulis: “Manusia hidup bukan daru roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah!”  Yesus menang karena menempatkan firman Allah diatas segala kebutuhan ekonomi, sekalipun kebutuhan ekonomi tersebut tampaknya logis, penting, dan mendesak.  Bagaimana dengan manusia?  Manusia justru mengumbar kepuasan dan kenikmatan ekonomi yang bersifat sesaat, dan membiarkan jiwanya merana dan menderita tanpa firman Tuhan.
          Setelah Yesus mematahkan pencobaan pertama, iblis tidak tinggal diam.  Kalau Roh Kudus yang membawa Yesus ke padang gurun, maka kali ini iblis yang membawa Yesus justru ke pusat agama, yaitu Kota Suci, dan menempatkan Dia di bumbungan Bait Allah.  Dengan mengutip firman Tuhan, iblis mencobai Yesus untuk melakukan karya penyelamatan yang tampak begitu dramatis, spektakuler, dan mengagumkan, sehingga para pemimpin agama yang melihatnya pasti akan bersorak-sorai dan memberikan dukungan secara penuh.  Tetapi Yesus menolak karya penyelamatan yang instan, mudah, dan murahan tersebut.  Karya penyelamatan yang Allah tetapkan bukanlah dengan cara turun dari bumbungan Bait Allah di Kota Suci, tetapi dengan cara naik ke kayu salib di Bukit Golgota; bukan dengan pertolongan dari para malaikat, tetapi dengan pengkhianatan, penyiksaan, dan pembunuhan dari orang-orang berdosa; bukan supaya kaki-Nya tidak terantuk batu, tetapi supaya kaki-Nya diremukkan paku; bukan dengan pengakuan dan dukungan pemimpin agama, tetapi dengan pengakuan dan peneguhan Bapa.  Itulah sebabnya Yesus mematahkan pencobaan iblis dengan berkata: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”  Bagaimana dengan manusia?  Manusia justru menjadikan agama sebagai Juruselamatnya dan memanipulasi firman Tuhan demi pemenuhan dan pemuasan diri, bukan untuk pengosongan dan penyangkalan diri.
           Akhirnya motivasi dan tujuan utama iblis terungkap melalui pencobaan yang ketiga melalui sebuah janji kemuliaan, kekuasaan, dan kemegahan semua kerajaan dunia akan diberikan jika Yesus mau sujud menyembah dia.  Janji tersebut tampak begitu relefan, sesuai harapan, dan sangat menggiurkan.  Bukankah semuanya itu sangat cocok dengan gambaran Mesias yang sedang dinanti-nantikan, yang akan mengalahkan kerajaan Romawi dan segala kerajaan dunia?  Bukankah dengan demikian semua manusia akan tunduk dan taat kepada Yesus?  Tetapi Yesus Sang Mesias justru menunjukkan kemuliaan-Nya dengan bermahkotakan duri, bukan bermahkotakan emas; membuktikan kekuasaan-Nya dengan melayani, bukan dengan menindas; memperlihatkan kemegahan-Nya dalam kemiskinan, bukan dalam kekayaan.  Yesus tidak tertipu oleh janji-janji yang tampak begitu relefan, sesuai harapan, dan sangat menggiurkan.  Yesus mengalahkan pencobaan dengan berkata: “Enyahlah, iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”  Bagaimana dengan manusia?  Manusia justru memilih sujud menyembah iblis hanya demi mencapai dan mendapatkan kekuasaan politik, puncak jabatan, dan status tertinggi di dunia.
          Lihatlah!  Ada seorang manusia yang begitu kuat ekonominya, ingin mempunyai kedudukan tertinggi di politik.  Karena baginya agama adalah “baju”, maka dengan begitu mudahnya ia berganti-ganti agama.  Dengan kekuatan ekonominya, ia beramal sehigga mendapatkan dukungan dari para pemimpin agama.  Akhirnya ia mempunyai kekuatan politik.  Untuk memperbesar kekuatan ekonominya, maka dengan kekuatan politik ia melakukan korupsi.  Supaya perbuatan korupsinya tidak terbongkar, maka ia menekan dengan kekuatan politik, menyuap dengan kekuatan ekonomi, dan menutupi kebusukan dengan “topeng” agama.  Tetapi ketika maut menjemputnya, maka ekonomi, agama, dan politik menjadi lumpuh dan mandul.  Kebinasaan kekal telah menantinya.
          Lihatlah!  Ada sebuah negara yang begitu kuat ekonomi dan politiknya, ingin memperbesar ekonomi dirinya dengan cara menguasai sumber kekuatan ekonomi negara-negara lainnya.  Dengan kekuatan dan kelicikan politiknya maka diadakanlah agresi militer dan embargo ekonomi.  Setelah pemerintahan politik negara-negara tersebut hancur, maka dengan kekeuatan dan kelicikan ekonominya ia memberikan bantuan ekonomi dan menawarkan bentuk pemerintahan politik yang baru.  Tujuan dari itu semua adalah menciptakan kebergantungan ekonomi mereka kepada dirinya dan mendirikan pemerintahan politik mereka yang dapat dikontrol oleh dirinya.  Dengan demikian ia menguasai sumber kekuatan ekonomi dan politik mereka.  Karena negara-negara tersebut sedah lemah ekonomi dan politiknya, maka dengan kekuatan agama mereka memanipulasi firman Tuhan dan memobilisasi orang-orang untuk siap mendatangkan terror sebagai aksi pembalasan dendam.
          Bagaimana dengan Yesus?  Bukankah murid-Nya berteriak: “Aku tidak mengenal-Nya!” karena Yesus yang dilihatnya di atas gunung dengan kemuliaan-Nya dan yang diakuinya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup kini tampak penuh penderitaan akibat kekuatan ekonomi, agama, dan politik?  Bukankah orang banyak berteriak: “Salibkan Dia!” karena Yesus yang memberi makan lima ribu orang dan yang menyembuhkan segala penyakit ternyata tidak memuaskan nafsu mereka secara ekonomi dan politik? Bukankah para pemimpin agama berteriak: “Tunjukkanlah tanda dan berilah bukti supaya kami percaya!” karena Yesus yang membuka segala topeng kemunafikan mereka telah mengancam kekuatan agama mereka?  Bukankah penguasa Romawi berteriak “Apalah arti kebenaran jika jabatan menjadi taruhan?” karena Yesus yang terlihat begitu lemah dan tak berdaya dibandingkan dengan tuntutan orang banyak dan para pemimpin agama yang dapat membahayakan kekuatan politiknya?  Sekalipun saat itu kekuatan ekonomi yang menjarAH dan serakAh, agama yang manipulaTIF dan destrukTIF, serta politik yang menindAS dan buAS tampak berjaya; tetapi, lihatlah ke atas salib dan dengarlah teriakan kemenangan-Nya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!...Tetelesthai!...Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!”; maka gelap gulita, gempa bumi, dan tabir Bait Allah terbelah mengiringi hancurnya, tunduknya, dan kalahnya kuasa iblis yang menggerakkan dan mengontrol ekonomi, agama, dan politik tersebut. 
          Akhirnya, saat fajar tiba, hari baru dimulai, harapan pun bertumbuh karena Dia yang telah bangkit berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.  Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.  Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman!” 

Thursday, May 16, 2013

Jangan Takut, Jangan Ragu, dan Jangan Menangis! ~ Matius 28:10; Markus 24:38; Yohanes 20:15

Kehidupan tampak begitu rapuh, lambat, dan tersembunyi.  Lihatlah janin di dalam rahim seorang wanita, embrio di dalam telur, dan biji di dalam tanah.  Tetapi maut justru tampak begitu kuat, cepat, dan terbuka.  Sakit, kejahatan, dan kematian selalu mengintimidasi siapapun, kapanpun, dan dimanapun.  Tidaklah mengherankan jika senyuman kebahagiaan di wajah dalam sekejap saja dapat berubah menjadi tangisan kedukaan.  Alam menangis karena diperkosa dan disiksa oleh manusia.  Manusia menangis karena dilukai dan disakiti oleh sesama.  Kaum minoritas dan lemah mengalami ketakutan karena ancaman dari kaum mayoritas dan kuat.  Rakyat dilingkupi keraguan terhadap pemimpin yang korup.  Keluarga dipenuhi tangisan karena pengkhianatan dan ditinggalkan belahan jiwanya.  Untuk mengatasi ketakutan, keraguan dan kesedihannya, manusia membangun tembok zona aman setebal, setinggi, dan sekuat mungkin bagi dirinya.  Mereka berusaha mempunyai kekayaan sebanyak mungkin, mencapai kedudukan setinggi mungkin, memiliki kekuasaan sebesar mungkin, dan memuaskan keserakahan sebebas mungkin.  Tetapi seberapa keras usaha mereka dan seberapa jauh mereka berlari, ketakutan, keraguan, dan tangisan terus menghantui kehidupan mereka.  Apakah itu berarti di dalam kehidupan ini sudah tidak ada harapan lagi bagi manusia?
          Hanya bagi mereka yang percaya bahwa Yesus Kristus telah bangkit maka masih ada harapan di dalam kehidupan ini.  Itulah sebabnya ketika Yesus Kristus bangkit dan berjumpa dengan para murid yang dikasihi-Nya, Ia berkata: “Jangan egkau takut! Jangan engkau ragu? Jangan engkau menangis?”  Peristiwa Yesus Kristus ditangkap, diadili, dan disalibkan membuat iman dan pengharapan para murid-Nya sungguh-sungguh tergoncang sehingga ketakutan, keraguan, dan tangisan melingkupi kehidupan mereka.  Itulah sebabnya Yesus Kristus berkata: “Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai” (Mrk. 14:27).  Bagi para murid, Yesus Kristus merupakan satu-satunya sumber pengharapan akan Sang Mesias yang telah mereka nanti-nantikan.  Dari generasi ke generasi pengharapan akan kedatangan Sang Mesias tersebut terus disuarakan oleh para nabi dan telah dituliskan di dalam Kitab Suci.  Sang Mesias yang akan menyelamatkan, membebaskan, dan memberi kemenangan kepada mereka yang menanti-nantikan Dia. 
          Sebagai umat pilihan Allah, mereka mempunyai impian kehidupan yang begitu indah.  Tetapi realita yang mereka alami justru kehidupan yang begitu suram.  Empat ratus tahun mereka hidup tanpa ada lagi firman Tuhan melalui nabi-Nya.  Mereka hidup dibawah jajahan pemerintah Romawi.  Kekejaman, keserakahan, dan kemunafikan para pemimpin politik dan agama membuat mereka semakin muak dengan kehidupan ini.  Kekecewaan mereka semakin mendalam karena mesias-mesias palsu yang mengumbar janji kosong akhirnya hilang ditelan maut.  Ditengah keputus-asaan mereka dalam menanti Sang Mesias, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh beberapa keajaiban yang mengiringi kelahiran seorang anak dari Zakharia dan Elisabet.  Dia-lah yang berseru: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat. 3:2).  Mereka bertanya: “Siapakah engkau?” dan ia menjawab: “Aku bukan Mesias” (Yoh. 1:19-20).  Cahaya harapan yang sempat bersinar akhirnya kembali meredup.  Tetapi Yohanes Pembaptis pun berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah!” (Yoh. 1:36), maka harapan mereka pun kembali bertumbuh.  Ketika mereka mendengar perkataan Yesus Kristus yang penuh kuasa dan melihat perbuatan ajaib yang Dia lakukan, maka iman dan pengharapan mereka semakin besar.  Itulah sebabnya mereka rela meninggalkan segala sesuatu demi Dia.  Tetapi realita yang terjadi adalah pada saat iman dan pengharapan mereka sedang berada di puncak, yaitu ketika dengan mulut mereka mengaku Yesus Kristus adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16) dan dengan mata mereka melihat Yesus Kristus dielu-elukan di Yerusalem bagaikan raja dan nabi (Mat. 21:8-11), Dia justru memberitakan tentang penderitaan dan kematian-Nya.  Itulah sebabnya peristiwa Yesus Kristus mati di atas kayu salib telah menghancurkan iman dan pengharapan mereka, sehingga mata mereka tertutup oleh tangisan, pikiran mereka dipenuhi keraguan, dan hati mereka dilingkupi oleh ketakutan. 
          Pada hari yang ketiga setelah kematian Yesus Kristus, ketika sang surya mengintip dari balik bukit, fajar mulai merekah di sebelah timur, dan hari yang baru tiba, maka mereka mendengar sebuah sapaan yang dapat mencelikkan mata yang tertutup oleh tangisan, membuka pikiran yang dipenuhi oleh keraguan, dan meneduhkan hati yang dilingkupi oleh ketakutan: “Salam damai sejahtera bagi kamu!”  Sapaan Sang Mesias itu membuat ketakutan menjadi keberanian, keraguan menjadi keyakinan, dan tangisan menjadi senyuman.  “Tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita…dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraan itu dari padamu” (Yoh. 16:20-22).  Mengapa engkau takut?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala kuasa di bumi dan di sorga telah diberikan kepada-Nya?  Mengapa engkau ragu?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa segala firman-Nya ya dan amin?  Mengapa engkau menangis?  Bukankah kebangkitan Yesus Kristus membuktikan bahwa ada jaminan pasti hidup bersama Dia di dalam Kerajaan-Nya?  N.T. Wright berkata: “Kebangkitan membukakan suatu kehidupan baru, suatu dunia baru bagi mereka yang ingin mengikut Yesus.  Dan hidup serta dunia baru itu, meski akan dipenuhi kelak dalam kehidupan yang akan datang, sudah mulai di sini dan kini.” 
          Ketika Sang Mesias datang kembali dan Kerajaan Sorga turun ke bumi, maka ketakutan akan lenyap, keraguan akan sirna, dan tangisan akan dihapus untuk selama-lamanya.  Oleh sebab itu, di dalam masa penantian akan kedatangan-Nya kembali, mari kita hadirkan kuasa kebangkitan Yesus Kristus di dalam kehidupan di bumi ini.  Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam sebuah keluarga tidak lagi mengalami ketakutan karena amarah orang tua, tidak lagi mengalami keraguan terhadap kesetiaan janji pernikahan, dan tidak ada lagi tangisan kedukaan yang tanpa harapan.  Dengan kuasa kebangkitan-Nya, maka kehidupan di dalam sebuah bangsa tidak lagi mengalami ketakutan karena intimidasi kaum mayoritas, tidak ada lagi keraguan terhadap janji seorang pemimpin, dan tidak ada lagi tangisan penderitaan yang tanpa harapan.

Sunday, May 12, 2013

Masih Ingatkah atau Sudah Lupakah?

Apakah yang seringkali membuat diri kita menderita di dalam hidup ini?  Dari sekian banyak jawaban, ada satu pernyataan yang cukup menarik bagi saya: “Kita menderita jikalau kita mengingat apa yang seharusnya kita lupakan, tetapi kita justru melupakan apa yang seharusnya kita ingat!”
          Allah telah mendesin tubuh kita ini dengan begitu ajaib dan super canggih.  Salah satu bagian tubuh yang penuh misteri adalah otak.  Seorang ilmuwan, penulis, dan ateis, Issac Asimov mengakui bahwa “otak adalah materi yang terumit dan teratur di alam semesta.”  Bagaimana tidak menakjubkan jika ternyata otak mempunyai 10-100 milyar neuron dan panjang dendrit 160.000 km (4 kali keliling bumi di garis khatulistiwa).  Otak juga mampu menampung 1014 bit informasi (setara dengan 25 juta buku).  Bahkan kini penderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS), sekalipun seluruh tubuhnya mengalami kelumpuhan, tetapi melalui elektroda-elektroda yang dipasang di kepalanya untuk menangkap 4 tipe golombang yang berbeda, maka mereka dapat mengendalikan layar computer dengan memanipulasi gelombang otak yang disebut slow cortical potensials (Fisikawan masyur asal Inggris, Stephen Hawking, salah satu pengidap ALS).
          Dari sekian banyak hal yang diteliti oleh para ahli tentang otak, salah satunya adalah sistem dan fungsi otak untuk mengingat.  Seorang pakar pendidikan dan informasi, Jeremy Campbell berkata: “Mengingat tidak terjadi secara otomatis… Makna adalah unsur yang penting dalam mengingat.”  Ingatan juga dipengaruhi oleh kejernihan berpikir dan keadaan emosi seseorang.  Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa melihat gambar visual ternyata memicu ingatan lebih hebat dibandingkan dengan mendengar.  Bahkan masing-masing pribadi mempunyai gaya belajarnya sendiri untuk dapat mengingat dengan baik.  Tidaklah mengherankan jika manusia berusaha keras untuk memaksimalkan fungsi otaknya sehingga dapat mengingat dengan cepat dan banyak.
          Suatu ketika Simonides, seorang guru Yunani kuno, menawarkan diri untuk mengajari Themistokles tentang seni mengingat.  Setelah beberapa waktu, Themistokles datang kepada gurunya dan berkata: “Jangan ajari aku seni mengingat lagi.  Tetapi ajari aku seni melupakan saja, karena aku ingat hal-hal yang tidak ingin kuingat, tetapi tidak dapat melupakan hal-hal yang ingin kulupakan.”  William James pernah berkata: “Dalam penggunaan praktis kepandaian kita, fungsi melupakan sama pentingnya dengan mengingat.  Kalau kita ingat segala sesuatu, dalam kebanyakan kasus kita akan sama malangnya dengan tidak ingat apa-apa.”  Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah “Apa yang seharusnya kita ingat dan apa yang seharusnya kita lupakan?”  Ketika kita salah menentukannya, maka penderitaanlah yang kita alami di dalam hidup ini.
          Puji Tuhan, Alkitab memberikan kita pedoman dan petunjuk dalam menentukan apa yang seharusnya kita ingat atau lupakan. 
Apa saja yang harus kita ingat atau tidak boleh kita lupakan?
  • Pertama, kita harus ingat atau tidak boleh lupa akan Tuhan (karakter, firman, dan karya-Nya).  Musa berkata kepada umat Israel: “Hati-hatilah, supaya jangan kamu melupakan perjanjian Tuhan, Allahmu, yang telah diikat-Nya dengan kamu” (Ul. 4:23).  “Ingallah selalu apa yang dilakukan Tuhan, Allahmu, terhadap Firaun dan seluruh Mesir (Ul. 7:18).  “Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu” (Ul. 8:18).  Azaf memuji Tuhan dengan bernyanyi: “Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala” (Mzm. 77:12).  Daud bernyanyi: “Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” (Mzm. 103:2).  “Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku” (Mzm. 119:93).  Pengkhotbah memberi peringatan: “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’” (Pkh. 12:1).  Penulis Ibrani berseru: “Ingatlah selalu akan Dia” (Ibr. 12:3). 
  • Kedua, kita harus ingat atau tidak boleh lupa siapa dan bagaimana diri kita.  Musa berkata kepada umat Israel: “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh Tuhan, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung” (Ul. 5:15; 15:15; 24:18, 22).  Yohanes berkata kepada jemaat di Efesus: “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!  Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan” (Why. 2:5) dan kepada jemaat di Sardis: “Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya, turutilah itu dan bertobatlah!” (Why. 3:3).
  • Ketiga, kita harus ingat atau tidak boleh lupa perjalanan kehidupan kita bersama Tuhan.  Musa berkata kepada umat Israel: “Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini” (Ul. 8:2).  Ibrani berseru: “Ingatlah akan masa lalu” (Ibr. 10:32).
  • Keempat, kita harus ingat atau tidak boleh lupa pemimpin dan sesama kita.  Paulus berkata kepada jemaat Kristen: “Dan aku mengingat kamu dalam doaku” (Ef. 1:16; Rm. 1:9).  Penulis Ibrani berseru: “Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman.  Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.  Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu.  Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.  Dan jangalah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah” (Ibr. 13:3, 7, 16).
Sarana apa yang dapat membuat kita selalu ingat atau tidak pernah lupa akan hal-hal tersebut di atas?
  • Symbol.  Musa berkata kepada umat Israel: “Maka jumbai itu akan mengingatkan kamu, apabila kamu melihatnya, kepada segala perintah Tuhan” (Bil. 15:39).  Yesus Kristus mengambil roti dan berkata kepada murid-murid-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk. 22:19).
  • Peristiwa dan pergumulan.  Ketika para perempuan melihat kubur Yesus Kristus kosong dan berjumpa dengan malaikat, “Maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu” (Luk. 24:8).  Musa berkata kepada umat Israel: “Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu.  Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu” (Ul. 4:9).  Bani Korah bernyanti: “Jiwaku tertekan dalam diriku, sebab itu aku teringat kepada-Mu” (Mzm. 42:7).  Yunus berseru: “Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada Tuhan, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus” (Yun. 2:7). 
  • Para pemimpin.  Petrus berkata kepada jemaat Kristen: “Karena itu aku senantiasa bermaksud mengingatkan kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima.  Aku menganggap sebagai kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan semuanya itu selama aku belum menganggalkan kemah tubuhku ini” (2Ptr. 1:12-13).
  • Roh Kudus.  Yesus Kristus berkata kepada murid-murid-Nya: “Dialah akan mengingatkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh. 14:26).
Mengapa kita harus mengingat atau tidak boleh melupakan itu semua?
  • Karena Allah juga ingat atau tidak lupa siapakah kita.  Daud bernyanyi: “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Mzm. 103:14).  Allah berkata: “Dapatkan seorang perempuan melupakan bayinya, sehingg ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?  Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.  Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku” (Yes. 49:15-16).  Yesus Kristus berkata: “Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit?  Sungguhpun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah” (Luk. 12:6).
  • Karena Allah juga ingat atau tidak lupa akan janji-Nya kepada kita.  “Aku ingat kepada perjanjian-Ku” (Kel. 6:4).  “Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya, akan firman yang diperintahkan-Nya kepada seribu angkatan” (1Taw. 16:15).
Apa yang harus kita lupakan atau tidak perlu diigingat-ingat lagi?
  • Dosa dan kesalahan orang lain.  Mengapa?  Karena Allah telah melupakan dan tidak mengingat-ingat dosa dan kesalahan kita.  “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu” (Yes. 43:25).  “Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka” (Ibr. 8:12; 10:17).
  • Segala sesuatu yang bersifat fana.  Paulus berkomitmen: “Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku” (Flp. 3:13).
Hukuman Allah kepada orang Israel menjadi peringatan keras kepada kita, karena:
  • “Kami teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa” (Bil. 11:5).
  •  “Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, mereka melupakan Tuhan, Allah mereka” (Hak. 3:7).  “Orang Israel tidak ingat kepada Tuhan, Allah mereka, yang telah melepaskan mereka dari tangan semua musuhnya di sekelilingnya” (Hak. 8:34).
  • “Tetapi umat-Ku telah melupakan Aku, mereka telah membakar korban kepada dewa kesia-siaan” (Yer. 18:15).
  • “Dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu” (Hos. 4:6). “Ketika mereka makan rumput, maka mereka kenyang; setelah mereka kenyang, maka hati mereka meninggi; itulah sebabnya mereka melupakan Aku” (Hos. 13:6).